VOTENEWS.ID, PANGKALPINANG – Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rina Tarol, menyoroti krisis air yang melanda beberapa wilayah di Bangka Selatan. Ia menuding aktivitas perkebunan kelapa sawit yang tidak sesuai aturan sebagai penyebab utama.
Saat menyosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penataan Perkebunan Kelapa Sawit di Kelurahan Teladan, Toboali, pada bulan Mei lalu, Rina mengajak masyarakat memahami pentingnya regulasi tersebut. Kegiatan sosialisasi ini dihadiri puluhan warga dan menghadirkan Plh Kepala DLHK Babel, Edi Kurniadi, sebagai narasumber.
Rina menegaskan bahwa sejumlah perusahaan masih membuka kebun sawit di kawasan konservasi air, yang jelas melanggar perda. Akibatnya, pasokan air ke lahan pertanian, terutama cetak sawah di Desa Rias, Toboali, terganggu.
“Perkebunan sawit di hulu Sungai Bikang telah merusak aliran air. Ini mengancam ketahanan pangan masyarakat. Aktivitas seperti ini harus dihentikan,” tegas Rina.
Menurutnya, kawasan konservasi air lebih cocok untuk tanaman pangan seperti jagung, kelapa, atau kopi, yang tidak menguras cadangan air secara berlebihan. Sawit justru menyerap air dalam jumlah besar dan merusak keseimbangan ekosistem.
Sementara itu, Edi Kurniadi mengungkapkan bahwa Bangka Selatan memiliki sekitar 20.000 hektare kawasan hutan yang dikelola lewat Hak Guna Usaha (HGU) oleh perusahaan. Wilayah ini menjadi yang ketiga terluas HGU sawit di Babel, setelah Bangka Barat dan Bangka.
“Penanaman sawit di kawasan konservasi air jelas dilarang. Ini bisa mempercepat kerusakan lingkungan. Perda ini harus jadi acuan kita semua,” kata Edi.
Rina berharap masyarakat semakin peka terhadap isu lingkungan dan berani melaporkan pelanggaran yang terjadi di lapangan. Ia juga meminta pemerintah menindak tegas perusahaan yang melanggar aturan tata ruang.