Bangka Belitung menghadapi ancaman serius akibat maraknya tambang timah ilegal yang merusak lingkungan dan mengancam kelangsungan hidup satwa liar. Aktivitas tambang tanpa izin ini menyebabkan deforestasi, pengerukan sungai, dan degradasi ekosistem yang menjadi habitat berbagai spesies endemik.
Hutan mangrove dan kawasan pesisir yang menjadi tempat berkembang biak buaya muara terus menyusut. Akibatnya, buaya terpaksa mencari habitat baru yang sering bersinggungan dengan pemukiman manusia. Konflik antara manusia dan buaya meningkat, bahkan sepanjang tahun 2024, belasan kasus serangan buaya terjadi di Bangka Belitung.
Selain buaya, tarsius juga kehilangan habitatnya. Hilangnya tutupan vegetasi mengurangi sumber makanan dan tempat berlindung, yang akhirnya mengganggu keseimbangan ekosistem. Manager PPS Alobi Air Jangkang, Endy R. Yusuf, menegaskan bahwa aktivitas tambang ilegal telah mengusik habitat satwa liar dan mendorong mereka masuk ke wilayah manusia.
“Kerusakan ekosistem memaksa satwa mencari tempat baru. Inilah sebabnya masyarakat kini sering menemukan buaya di lokasi yang sebelumnya tidak pernah ada,” kata Endy.
Konflik ini juga mendorong warga membunuh satwa karena merasa terancam. Tim PPS Alobi Air Jangkang sering mengevakuasi buaya hasil tangkapan warga, tetapi keterbatasan tempat penampungan menyulitkan penyelamatan satwa.
Menurut Endy, sektor pertambangan memang berperan dalam perekonomian Bangka Belitung, tetapi harus menerapkan prinsip good mining practice (GMP). Ia menekankan pentingnya reklamasi lahan bekas tambang untuk memulihkan ekosistem yang rusak.
“Penambangan harus mengutamakan keberlanjutan lingkungan. Dengan menerapkan praktik tambang yang baik, melakukan konservasi, dan mereklamasi lahan, ekosistem tetap terjaga,” ujarnya.
Endy juga mendorong pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat bekerja sama dalam mengatasi permasalahan ini. Pemerintah harus memperketat penegakan hukum terhadap tambang ilegal, sementara program rehabilitasi lahan dan konservasi satwa perlu ditingkatkan.
“Perusahaan tambang legal seperti PT Timah bisa menjadi contoh dalam menerapkan praktik tambang berkelanjutan. Mereka dapat berkontribusi dengan menanam kembali hutan, menyelamatkan satwa, dan memberikan edukasi lingkungan kepada masyarakat,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa menjaga keseimbangan ekosistem bukan hanya soal melindungi satwa, tetapi juga demi keberlanjutan hidup masyarakat di Bangka Belitung.
“Memulihkan alam memang butuh waktu dan usaha besar, tetapi dengan kolaborasi yang kuat, keseimbangan ekosistem bisa kembali. Menghentikan tambang ilegal dan memprioritaskan konservasi menjadi langkah penting untuk masa depan Bangka Belitung yang lebih baik,” tutup Endy.